Riau, BEDAnews.com
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Setia Untung Arimuladi, SH, M.Hum, Senin (4/3/15) membuka acara penerangan hukum bagi karyawan PTPN V Pekanbaru, Riau yang mengangkat tema “Sosialisasi Kesadaran Hukum Insan PTPN V” dilaksanakan di aula PTPN V Pekanbaru, yang dihadiri oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Amandrasyah Arwan, SH, MH, para Asisten pada Kejaksaan Tinggi Riau, koordinator pada Kejaksaan tinggi Riau, sementara dari pihak PTPN V Pekanbaru hadir Direktur PTPN V Pekanbaru Ir. Amal Bhakti Pulungan dan unsur pimpinan lainnya.
Kajati dalam sambutannya, menyambut baik dan mengapresiasi acara sosialisasi ini yang diprakarsai oleh jajaran direksi PTPN 5 bekerjasama dengan Kejaksaan Tinggi Riau.Tindak pidana korupsi sudah menjadi permasalahan serius, dan sudah merambah ke seluruh lini kehidupan masyarakat, dilakukan secara sistematis yang dapat memunculkan stigma negatif bagi negara dan bangsa indonesia di dalam pergaulan masyarakat internasional. Hal ini tidak dipungkiri, bahwa perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi seperti suap hampir tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. terhadap tindak pidana korupsi yang telah mengakar sedemikian dalam dan meluas diperlukan pemberantasan melalui penegakan hukum yang komprehensif dan sistematis, di samping upaya preventif dan edukatif, paparnya.
Menurutnya, Pemberantasan korupsi merupakan serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi, dengan upaya yang dilakukan melalui koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta peran masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pemberantasan korupsi, penindakan saja tidak akan berhasil tanpa dibarengi dengan upaya pencegahan, sebagai bentuk penyadaran bagi masyarakat akan bahaya korupsi yang pada akhirnya membangkitkan semangat anti korupsi di seluruh lapisan masyarakat.
“Upaya pencegahan dilakukan melalui perbaikan sistem yang ada, seperti tata kelola pemerintahan yang didalamnya termasuk masalah sistem kelembagaan, pendidikan dan penyuluhan hukum guna meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tentang sifat destruktif korupsi, serta kewajiban bagi pejabat negara untuk menyampaikan laporan harta kekayaan, sehingga diharapkan akan tumbuh budaya anti korupsi, yang pada gilirannya dapat membentuk perilaku anti korupsi, sedangkan tindakan pencegahan diarahkan pada upaya mengeliminasi penyebab timbulnya korupsi,” tegasnya.
Ditambahkan, melalui sarana edukatif kejaksaan telah berupaya menanamkan pengertian dan pemahaman, bahwa korupsi itu adalah jahat, musuh bersama dan harus dibasmi, Kejaksaan Tinggi Riau telah melaksanakan kegiatan workshop “pendidikan anti korupsi bagi keluarga besar Kejaksaan Tinggi Riau” dan juga workshop “pendidikan anti korupsi bagi keluarga dengan peserta isteri para pejabat Eselon lll dilingkungan pemda Propinsi Riau” yang bertujuan untuk pencegahan dini terjadinya korupsi.
Tindakan represif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dilakukan dengan mengacu pada undang-undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang diubah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 yang memiliki 30 (tiga puluh) pasal secara efektif diberlakukan untuk pemberantasan tindak pidana korupsi, namun di dalam praktek hanya pasal 2 dan pasal 3 saja yang efektif diterapkan (± 80 %) khususnya mengenai pengadaan barang dan jasa.
Masih menurut Kajati, Kejaksaan Tinggi Riau sesuai dengan tugas dan fungsinya berperan untuk melakukan kegiatan dan bekerjasama dengan instansi terkait dalam rangka pemberian edukasi mencegah terjadinya korupsi, hal ini juga dapat dipandang sebagai langkah stategis dan penting yang harus dilakukan guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, untuk itu pentingnya penyuluhan dan penerangan hukum bagi kita semua sehingga dapat terhindar dari perbuatan perbuatan yang melanggar hukum.
Era reformasi membawa dampak terhadap tuntutan adanya akuntabilitas publik dan keterbukaan dalam proses pembangunan manajemen pemerintahan di indonesia, akuntabilitas publik dan keterbukaan merupakan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). implikasinya kini keduanya menjadi bahasan yang marak dan interchangable, penerapannya pada pola perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah yang participative sebagai konsekuensi logis.
Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak terbatas hanya pada bentuk penindakan (repressive) semata, melainkan mempergunakan berbagai bentuk kegiatan yang sifatnya pencegahan (preventive), yang saat ini sedang digiatkan oleh pemerintah dengan menerbitkan Inpres nomor 5 Tahun 2014 tentang percepatan pemberantasan korupsi, didalam inpres ini menginstruksi kepada para pimpinan instansi pemerintah pusat dan daerah agar melaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan melaporkan hasilnya kepada Presiden melalui Menpan.
Dalam upaya mempercepat pemberantasan tindak pidana korupsi, Presiden Republik Indonesia telah memerintah kepada para menteri kabinet, Kejaksaan Agung RI, Polri dan KPK. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), diharuskan kepada penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk itu, kejaksaan dalam mensosialisasikan kegiatan ini mengacu kepada Keputusan Jaksa Agung RI nomor : KEPJA-001A/A/JA/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan Tugas Penyuluhan Hukum dan Penerangan Hukum serta Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-001/A/JA/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan Tugas Penyuluhan Hukum dan Penerangan Hukum Program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (Binmatkum).
Kegiatan penyuluhan dan penerangan hukum dilingkungan Kejaksaan Agung RI dilaksanakan oleh puspenkum sedangkan di Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh Asisten Intelijen, adapun kegiatan tersebut dilakukan dengan pendekatan preventif dan edukatif melalui peningkatan intensitas tugas dan fungsi intelijen dalam pemberantasan tindak pidan korupsi yang saat ini dilaksanakan bersamaan dengan upaya penindakannya nantinya oleh Asisten Tindak Pidana Khusus.
Menyadari hal tersebut, maka besar harapan kami tentunya, kita dalam melaksanakan tugas harus memahami arti penting dari pencegahan tindak pidana korupsi dan untuk menjauhkan diri dari perbuatan korupsi, sehingga kita harus memperkuat diberbagai lini dengan se-baik baiknya demi kesejahteraan masyarakat
Menurut hasil survei Transparansi Internasional index persepsi korupsi di Indonesia masuk peringkat 107 di Dunia. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) bukan semata merupakan gambaran tentang tingkat korupsi yang terjadi, melainkan adanya keterkaitan dengan kondisi pelayanan publik. nilai IPK indonesia antara lain disebabkan oleh kurang diterapkannya prinsip-prinsip good governance dalam praktik tata kelola pemerintahan pada umumnya dan khususnya dalam praktik pelayanan publik.
Di samping itu, keberhasilan dalam pemberantasan korupsi sangat diperlukan peran masyarakat yang meliputi : 1. Mencari, memperoleh dan memberikan informasi. 2. Menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi. 3. Memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada penegak hukum. 4. Memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan hak-haknya, serta dalam proses penyelidikan, penyidikan, sebagai pelapor, saksi atau ahli.
Dalam article 13 United Nations Convention Against Corrupstion 2003 (UNCAC 2003) mengamanatkan, bahwa negara wajib meningkatkan partisipasi aktif individu dan kelompok di luar sektor publik seperti masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi.
Peranserta masyarakat dalam pemberantasan korupsi adalah bentuk pendekatan preventif yang mencakup pengakuan hak publik untuk : 1. Memantau dan mengamati perilaku pejabat publik. 2. Mendapatkan informasi. 3. Berpartisipasi dalam pembentukan kebijakan public. 4. Dilindungi dalam mengungkap fakta dan kebenaran. 5. Kebebasan berekspresi yang diwujudkan dengan kebebasan pers yang berkualitas. 6. Mengajukan keberatan.
Mengakhiri sambutannya, Kajati, Setia Untung Arimuladi, SH, M.Hum, menekankan, pentingnya peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi, karena korupsi sudah sangat membudaya dan hampir dianggap sebagai perilaku yang lazim dalam kehidupan masyarakat. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi selain tindakan represif juga dilakukan upaya-upaya preventif dan edukatif, agar dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan memberikan penyadaran masyarakat “anti korupsi serta bahaya korupsi”.
Menyadari hal tersebut, maka besar harapan kami tentunya, kita dalam melaksanakan tugas memahami arti penting dari pencegahan tindak pidana korupsi dan untuk menjauhkan diri dari perbuatan korupsi, sehingga kita dapat menjalankan roda pemerintahan ini dengan se-baik baiknya demi kesejahteraan masyarakat. (MR/Hms)